BAB
I
PENDAHULUAN
Sikap itu
berpangkal pada suatu pikiran bahwa pada umumnya tiap-tiap orang dapat
menimbang apa yang terbaik bagi kepentingannya, dan tiap-tiap orang juga harus
mengetahui adakah ia menghendaki supaya kepentingannya dipertahankan atau
tidak. Oleh karena itu dibutuhkan adanya pengetahuan dalam konsep-konsep hukum, subyek
dan obyek hukum, hak
dan kewajiban hukum serta norma-norma hukum yang sangat penting bagi kehidupan
sosial bangsa negara sesuai dengan harapan untuk menumbuhkan masyarakat bangsa
yang damai dan tentram dengan adanya badan hukum yang dilakukan oleh pemerintah
untuk memenuhi kepentingan-kepentingan khusus dan umum yang masih dipertahankan
oleh pemerintah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. KONSEP
HUKUM
1.
Konsep Hukum Hans Kelsen
Teorinya yang “murni” (the pure
theory of law) bebas dari elemen-elemen asing pada kedua jenis teori
tradisional, teori tersebut tidak tergantung pada pertimbangan-pertimbangan
moralitas dan fakta-fakta aktual.
Menurut kelsen, filosofi hukum yang
ada pada waktu itu dikatakan telah terkontaminasi oleh ideologi politik dan
moralitas disatu sisi, dan telah mengalami reduksi karena ilmu pengetahuan
disisi yang lain.[1]
Sedangkan hukum itu sendiri harus murni dari elemen-elemen asing yang tidak
yuridis. Inilah prinsip metodologis dasarnya dari konsep Hans kelsen tentang
konsep hukum murninya.
Hukum harus dibersihkan dari
anasir-anasir[2] yang
nonyuridis, seperti unsur sosiologis, politis, historis, bahkan etis.[3]
Kelsen memahami pure theory of law-nya sebagai teori kognisi[4]
hukum, teori pengetahuan hukum. Ia berulang-ulang kali menulis bahwa
satu-satunya tujuan pure theory of law adalah kognisi atau pengetahuan tentang
objeknya. Tepatnya ditetapkan sebagai hukum itu sendiri.[5]
Sebagai sebuah teori, ia terutama
dimaksudkan untuk mengetahui dan menjelaskan tujuannya. Teori ini berupaya
menjawab pertanyaan-pertanyaan, apa itu hukum dan bagaimana ia ada, bukan
bagaimana ia semestinya ada. Ia merupaka ilmu hukum (yurisprudensi), bukan
politik hukum.[6]
Pure Theory of law adalah teori
hukum positif, hanya teori hukum positif, dan bukan teori tentang sistem hukum
tertentu. Pure Theory of Law adalah teori hukum umum, bukan penafsiran
norma-norma hukum Negara tertentu atau hukum internasional.[7]
Namun dia menyajikan teori penafsiran[8].[9]
Positivisme hukum lahir karena tekanan yang kuat pada fakta sebagai
satu-satunya basis pembenaran atau pertanggungjawaban. Dengan inspirasi dari
empirisme filosofis, para pemikir hukum abad ke-19 berusaha menjadikan hukum
menjadi produk ilmiah. Itu berarti, hukum dapat diterima apabila ilmiah. Hukum
adalah karya ilmiyah. Untuk itu hukum harus mendapatkan pembenarannya dan
didukung sepenuhnya oleh fakta empiris.[10]
Bagi kelsen, hukum berurusan dengan
bentuk (formal), bukan isi (material). Jadi, keadilan sebagai isi hukum berada
diluar hukum. Suatu hukum dengan demikian dapat saja tidak adil, tetapi ia
tetaplah hukum karena dikeluarkan oleh penguasa.[11]
2.
Konsep Hukum John
Austin
Ada
dua konsep hukum dari john austin yang kami dapatkan dari berbagai buku, yaitu:
1.
Konsep hukum bahwa
hukum memiliki dua dimensi hukum
2.
Konsep hukum bahwa
hukum adalah sebagai komando (law is command of sovereign)
Dari dua konsep hukum yang dia
jelaskan konsep hukum bahwa hukum adalah komando lebih banyak diperbincangkan
dalam pembahasan-pembahasan pada referens.
John Austin, ahli filsafat hukum
inggris, secara umum diakui sebagai ahli hukum pertama yang memperkenalkan
positivisme hukum sebagai sistem. Pemikiran pokoknya tentang hukum dituangkan
dalam karyanya yang berjudul the province of jurisprudence determind (1832).[12]
1. Dua
Dimensi dari hukum
Menurut John Austin, filsafat hukum
memiliki dua tugas penting. Kegagalan membedakan keduanya, demikian keyakinan
Austin sebagaimana dikutip oleh Murphy dan Coleman, akan menimbulkan kekaburan baik
intelek maupun moral. Kedua tugas ini berkaitan dengan dua dimensi dalam hukum,
yakni yurisprudensi analisis dan yurisprudensi normatif (Murphy & Coleman,
1990: 19-21; Ronald Dworkin, 1977:18-19).[13]
1.
Yurisprudensi analisis
Berkaitan dengan dimensi yang
pertama, tugas filsuf hukum adalah melakukan analisis tentang konsep dasar
dalam hukum dan struktur hukum sebagaimana adanya. Pertanyaan tentang apa itu
hukum, tanggung jawab hukum, hak dan kewajiban hukum, misalnya, adalah contoh
pertanyaan-pertanyaan khas yang diajukan filsuf atau pemikir hukum sebagai
titik tolak dalam menganalisis dan mencoba memahami konsep dasar tersebut.[14]
2.
Yurisprudensi normatif
Dalam buku yang sama dengan yang
membahas yurisprudensi analisis dijelaskan bahwa yurisprudensi normatif berusaha
mengevaluasi atau mengkritik hukum dengan berangkat dari konsep hukum
sebagaimana seharusnya. Pertanyaan-pertanyaan pokok uang diajukan antara lain
mengapa hukum disebut hukum, mengapa kita wajib manaati hukum, manakah batas
validitas hukum, dan sebagainya. Dengan demikian, dimensi yang kedua ini
berurusan dengan dimensi ideal dari hukum.[15]
2. Hukum
sebagai komando
Menurut John Austin dalam bukunya the
province of jurisprudence determind, hukum harus dipahami sebagai komando, karena
semua hukum tidak lain merupakan kumpulan perintah yang bersifat komando ( laws
are commands). Hukum selalu berwatak komando.[16]
Dengan melihat pernyataan itu kita bisa menarik garis besar dari konsep itu
bahwa kata kunci yurisprudensinya adalah komando. Menurutnya hukum yang berlaku
dimasyarakat adalah komando umum dari entitas politik yang memiliki kedaulatan,
the supreme political authority atau pemilik otoritas polotik yang paling
tinggi (sovereign dalam pandangan Austin).[17]
Dalam pendapatnya, Austin memberikan Syarat sovereign agar bisa memegang
otoritas tertinggi, yaitu:
1.
Pemegang otoritas
haruslah seseorang atau sekelompok orang yang dipatuhi oleh segenap warganya
tanpa terkecuali.
2.
Pemegang otoritas ini
tidak patuh kepada siapapun (kekebalan hukum)
Dari syarat yang disebutkan di atas
menjelaskan bahwa pemegang otoritas tertinggi adalah seorang atau sekelompok
yang menguasai secara mutlak, tidak berada dibawah penguasa lain.
Menurut Austin hukum adalah
sejumlah perintah yang keluar dari seorang yang berkuasa dalam negara secara
memaksakan, dan yang biasanya ditaati.[18]
Dari pernyataan tersebut ada pendapat yang mengatakan tentang latar belakang
konsepnya dipengaruhi hukum yang dilakukan oleh kaisar Justiniaus I. Seorang
kaisar yang memerintah Romawi pada tahun 527-565 M. Dia terkenal karena mampu
mensistematiskan hukum romawi kedalam dua tahap, yaitu: tahap Codex Iustinianum
I (528 M) dan Codex Iustinianum II (534 M). Codex iustinianum ini menjadi cikal
bakal dari berbagai kitab hukum. Berhubungan dengan konsep hukum, kaisar ini
terkenal dengan ungkapannya,: “apa yang menyenangkan pangeran memiliki kekuatan
hukum”.[19]
Dari ungkapan tersebut dapat disimpulkan bahwa hukum merupakan apa saja yang
dikehendaki penguasa, dari gambaran singkat ini terlihat kesamaan arti tentang
hukum adalah komando.
3.
Konsep Hukum Menurut H.L.A
Hart
Konsep hukum hart yang dituangkan
pada bukunya the concept of law, menjelaskan bahwa pertama-tama hukum harus
dipahami sebagai sistem peraturan. Dengan pendapatnya bahwa hukum ternyata
adalah suatu sistem peraturan maka bisa di simpulkan ada sedikit kesamaan
antara konsep hukun John Austin, yaitu teori hukum murni yang memurnikan hukum
dari anasir-anasir asing.
Melihat dari pernyataan Hart bahwa
pertama-tama hukum harus dipahami sebagai suatu sistem peraturan, ia membagi
dua dalam konsep hukumnya tentang peraturan itu, yaitu:
1.
Peraturan Primer
peraturan
primer terdiri dari standar-standar bagi tingkah laku yang membebankan berbagai
kewajiban. Peraturan-peraturan primer menentukan kelakuan-kelakuan
subjek-subjek hukum, dengan menyatakan apa yang harus dilakukan, apa yang
dilarang.[20] Aturan
yang masuk dalam jenis ini muncul sebagai akibat dari kebutuhan masyarakat itu
sendiri. Adapun kekuatan mengikat dari berbagai aturan jenis ini didasarkan
dari penerimaan masyarakat secara mayoritas.
2.
Peraturan Sekunder
Aturan-aturan
sekunder adalah sekelompok aturan yang memberikan kekuasaan untuk mengatur
penerapan aturan-aturan huhuk yang tergolong kedalam kelompok yang sebelumnya
atau aturan-aturan primer. Aturan-aturan yang dapat digolongkan kedalam
kelompok ini adalah aturan yang memuat prosedur bagi pengadopsian dan penerapan
hukum primer. Berisi pemastian syarat-syarat bagi pelakunya kaidah-kaidah
primer dan dengan demikian menampakkan sifat yuridis kaidah kaidah-kaidah itu.[21]
B. SUBJEK
DAN
OBJEK
HUKUM
1. Subyek
hukum
Istilah subyek hukum merupakan
terjemahan dari bahasa Belanda rechtssubyec. Kata subyect dalam bahasa Belanda dan Inggris berasal dari bahasa Latin
subyectus yang artinya dibawah kekuasaan
orang lain (subordinasi).
Dalam bahasa Inggris, dikenal istilah person untuk menyebut sesuatu yang
mempunyai hak. Menurut Pathon, istilah
person berasal dari bahas Latin persona
yang ekuivalen dengan bahasa Yunani prosopan. Baik persona dan prosopan pada
awalnya merujuk pada topeng yang dikenakan oleh pemain untuk menggambarkan
suatu dewa atau pahlawan dalam suatu
drama. Barulah pada abad VI Boethius mendefinisikan persona diartikan sebagai
sosok makhluk yang rasional.
Pada
perkembangannya, person diartikan sesuatu yang dapat mempunyai hak dan
kewajiban. Sebenernya lebih tepat istilah
person dalam bahasa Inggris diadaptasi dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi,
istilah subyek hukum atau dalam bahasa Belanda
rechtssubyec sudah menjadi
istilah yang baku dalam studi hukum Indonesia dan Belanda,kiranya istilah
tersebut dapat dipertahankan.
subyek hukum atau person dalam bahasa Inggris merupakan suatu bentukan hukum artinya
keberadaannya diciptakan oleh hukum. Salmon mengatakan atau mengemukakan bahwa
baik manusia atau bukan manusia mempunyai kapasitas sebagai subyek hukum. Pada
masa sekarang manusia merupakan subjek hukum, manusia merupakan subjek hukum
selama ia masih hidup, yaitu sejak dia dilahirkan sampai meninggal dunia.
Bahkan dalam sistem civil law dikenal ungkapan (maxim)
“nasciturus pro iam nato habetur” yang
artinya anak yang belum dilahirkan yang masih dalam kandungan dianggap telah
dilahirkan apabila kepentingannya memerlukan. Maxim demikian tertuang di dalam Pasal 2 BW yang menetapkan bahwa “
Anak dalam kandungan seorang wanita dianggap telah lahir, setiap kali
kepentingannya menghendakinya. Bila telah meninggal waktu dilahirkan, dia
dianggap tida pernah ada”. Pada saat ini, terdapat persamaan nilai yang
fundamental bagi semua orang sehingga tidak boleh adanya perlakuan
yang berbeda atas jenis kelamin, ras, kepercayaan, dan
status sosial[22].
Pada dasarnya yang menjadi subyek hukum adalah manusia/orang atau
person. Dalam pengertian manusia atau
person sebagai subyek hukum ada dua
pengertian.
a. Natuurlijk
person
adalah menspersoon, yang disebut
orang atau manusia pribadi dan
b. Rechtsperson
adalah yang berbentuk badan hukum yang
dapat dibagi dalam :
1) Publik
rechts-person, yang sifatnya ada unsur kepentingan umum seperti Negara, Daerah Tk. I, Tk. II, desa, dll.
2) Privaat
rechtsperson atau badan hukum privat, yang mempunyai sifat atau adanya unsur
kepentingan individual.
1. Manusia Sebagai Subyek Hukum
Setiap manusia mempunyai wewenang
hukum,akan tetapi ia belum tentu cakap hukum. Seseorang bisa dikatakan cakap
hukum,apabila ia telah dianggap cukup cakap untuk mempertanggung jawabkan
sendiri atas segala tindakan-tindakannya. Contohnya,seorang yang sudah dewasa
normal berarti “cakap hukum”. Seseorang
yang sudah dewasa apabila ia gila, di letakkan di bawah pengampuan,anak-anak “tidak cakap hukum”. Di antara subyek hukum
tidak hanya manusia yang menjadi subyek hukum melainkan terdapat subyek hukum
selain manusia yaitu “Badan Hukum”.
2. Badan Hukum Sebagai Subyek Hukum
Adapun yang di maksud dengan badan hukum (rechtspeersoon) adalah suatu perkumpulan orang-orang yang dapat menanggung hak dan kewajiban yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah di tentukan oleh hukum.
Di
antara syarat-syarat badan hukum yang telah di tentukan oleh hukum yaitu :
a. Memiliki
kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggota-anggotanya
b. Hak
dan kewajiban badan hukum terlepas dari hak dan kewajiban para
anggota-anggotanya.
Dasar-dasar
hukum sebagai badan hukum meliputi :
a. Perseroan
terbatas(PT) di atur dalam bab III bagian ketiga buku I KUHD (WvK)
b. Koperasi,
di atur dalam undang-undang No. 25 Tahun 1992
c. Yayasan,
pengaturannya sesuai kebiasaan yang di buat aktenya di notaris.
d. Perbankan,
diatur dalam Undang-undang No. 7 Tahun
1992
e. Bank
Pemerintah, sesuai dengan Undang-undang yang mengatur pendiriannya
f. Organisasi
Partai Politik dan Golongan Karya diatur dengan Undang-undang No. 3 Tahun 1975
(telah diubah No. 3 Tahun 1985)
g. Pemerintah
Daerah Tingkat I,II dan Kecamatan diatur dengan Undang-undang No. 5 tahun 1974
h. Negara
Indonesia diatur dengan konstitusi Undang-Undang Dasar 1945[23].
3. Macam-Macam Badan Hukum
Dilihat dari bentuknya badan hukum
terbagi menjadi dua:
1. Badan
hukum publik (public rechtspersoon)
Badan
hukum publik adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik yang menyangkut kepentingan publik,
orang banyak atau negara pada umumnya. Badan hukum publik ini merupakan badan
hukum negara yang mempunyai kekuasaan
wilayah atau merupakan lembaga yang dibentuk oleh yang berkuasa.
Diantara badan hukum publik adalah negara dan bagian-bagiannya seperti pemerintah daerah (pemda), pertamina, kota, BI, dll.:
2. Badan
hukum privat (privat recthspersoon )
Badan
hukum privat adalah badan hukum yang didirikan oleh berdasarkan hukum perdata
ya ng menyangkut kepentingan pribadi didalam badan hukum tersebut. Badan hukum privat ini didirikan untuk
mencari keuntungan dan untuk tujuan
sosial dengan tujuan yang tidak materialistis. Badan hukum yang
bertujuan mencari keuntungan seperti: perseroan terbatas (PT), koperasi, partai
politik, dll.
Sedangkan badan hukum yang bertujuan tidak mencari keuntungan adalah seperti: Yayasan, taman pendidikan dan ilmu pengetahuan, kesenian dan kebudayaan, dll. Apabila yayasan digunakan untuk mencari keuntungan, maka hal ini merupakan penyalagunaan status yayasan.[24]
Adapun yang berkenaan dalam badan hukum
adalah teori-teori badan hukum, dan
dalam teori ini akan dibagi sebagai berikut :
a. Teori Fictie
Menurut
teori ini badan hukum itu semata-mata buatan negara saja. Badan hukum itu
hanyalah fictie, yakni sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang
menghidupkannya dalam bayangan sebagai subjek hukum yang dapat melakuikan
perbuatan hukum seperti manusia. Teori ini dikemukaan oleh von Savigny dan diikuti juga oleh Houwing.
b. Teori Harta Kekayaan Bertujuan (Doel Vermogenstheorie)
Menurut teori ini hanya manusia saja yang
dapat menjadi subjek hukum. Namun, kata teori ini, ada kekayaan (vermogen)yang
bukan merupakan kekayaan seseorang, melainkan kekayaan itu terikat pada tujuan
tertentu inilah yang diberi nama badan hukuym. Teori ini diajarkan oleh A.Brinz dan diikuti oleh Van der Heijden.
c. Teori Organ dari otto van Gierke
Badan hukum menurut teori ini bukan
abstrak (fiksi) dan bukan kekayaan (hak) yang tidak bersubjek. Akan tetapi,
badan hukum adalah suatu organisme yang riil, yang menjelma sungguh-sungguh
dalam pergaulan hukum, yang dapat membentuk kemauan sendiri dengan perantaraan
alat- alat yang ada padanya(pengurus dan anggotanya) seperti manusia biasa yang
mempunyai pancaindra dan sebagainya. Pengikut teori organ ini, antara lain Polano.
d. Teori Propriete Collectief
Teori ini diajarkan oleh Planiol dan Molengraaff. Menurut teori ini hak dan kewajiban badan hukum pada
hakikatnya adalah hak dan kewajiban para anggota bersama-sama. Kekayaan badan
hukum adalah kepunyaan bersama-sama anggotanya. Oleh karena itu, badan hukum
adalah suatu konstruksi yang yuridis saja. Star
Busmann dan Kranenburg adalah
pengikut- pengikut ajaran ini.
e. Teori kenyataan Yuridis (juridisdhe
Realiteitsleer)
Dikatakan
bahwa badan hukum itu merupakan suatu realieit, konkret,dan riil, walaupun
tidak bisa diraba, bukan khayal, tetapi kenyataan yuridis. Teori yang
dikemukaan oleh Mejers ini menekan
bahwa hendaknya dalam mempersamakan badan hukum dengan manusia terbatas sampai
pada bidang hukum saja. [25]
2. Objek Hukum
Obyek hukum adalah “segala sesuatu
yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi obyek dalam suatu hubungan
hukum”. Menurut terminologi ilmu hukum, obyek hukum disebut pula “benda atau
barang”, sedangkan “benda atau barang” menurut hukum adalah “segala barang dan
hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomois”.[26]
Dan dibedakan atas berikut ini.
1. Benda berwujud dan benda tidak
berwujud (pasal 503 KUHP Perdata)
a. Benda yang berwujud yaitu segala
sesuatu yang dapat dicapai dilihat dan diraba oleh panca indra. Contohnya
rumah, meja, kuda, pohon, dan sebagainya.
b. Benda tidak berwujud, yaitu segala
sesuatu yang tidak berwujud, berupa segala macam hak yang melekat pada suatu
benda. Contoh, hak cipta, hak atas merek, hak atas tanah, dan sebagainya.
2. Benda bergerak dan benda tidak
bergerak (pasal 504 KUHP Perdata)
a. Benda bergerak, yaitu setiap benda
yang bergerak, karena:
1) Sifatnya dapat bergerak sendiri,
seperti hewan.
2) Dapat dipindahkan, seperti kursi,
meja, dan sebagainya.
3) Benda bergerak karena penetapan atau
ketentuan undang-undang, yaitu hak pakai atas tanah dan rumah, hak sero, hak
bunga yang dijanjikan, dan sebagainya.
b. Benda tidak bergerak, yaitu setiap
benda yang tidak dapat bergerak sendiri atau tidak dapat dipindahkan, karena:
1) Sifatnya yang tidak bergerak,
seperti gunung,kebun, dan apa-apa yang didirikan di atas tanah,termasuk apa
yang terkandung di dalamnya.
2) Menurut tujuannya, setiap benda yang
dihubungkan dengan benda yang karena sifatnya tidak bergerak, seperti watafel
di kamar mandi tegel, alat percetakan yang ditempatkan di gudang.
3) Penetapan undang-undang, yaitu hak
atas benda tidak bergerak dan kapal yang tonasenya/beratnya 20 M3.
C. HAK DAN KEWAJIBAN
hak adalah seperangkat
kewenangan yang diperoleh seseorang baik berupa hak yang melekat sejak ia lahir
sampai meninggalnya yang biasa disebut hak asasi manusia maupun yang muncul
ketika melakukan interaksi sosial
sebagai dengan sesamanya. Sebaliknya, kewajiban adalah sesuatu yang
harus dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya baik kewajiban sebagai hamba
yang dibebankan oleh penciptanya (Allah SWT) maupun kewajiban yang muncul
ketika melakukan interaksi dengan sesama. Oleh karena itu, kehadiran hukaum
dalam masyarakat adalah untuk mengintegrasikan
dan mengkordinasikan kebutuhan manusia baik dari penciptanya maupun
kepentingan manusia dalam masyarakat.
hukum melindungi
kepentingan seseorang melalui cara mengalokasikan suatu kewenangan atau
kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam memenuhi kebutuhannya.oleh karena
itu, tidak setiap kewenangan dalam masyarakat itu dapat disebut hak, melainkan
hanya kewenangan tertentu saja, yaitu yang diberkan huk um kepadanya.[27]
Izin atau kekuasaan [28]
yang diberikan hukum itu disebut “Hak” atau “wewenang.”jadi pemilik benda itu
berhak untuk mengasingkan benda tersebut. Namun dalam pembahsan ini, tidak
terlalu teerfokus pada pengertian, karena dari pengertian hak secara detail
sudah dibahas pada makalah sebelumnya.
Hak dan kewajiban
mempunyai hubungan yang sangat berkaitan, yaitu hak mencerminkan adanya kewajiban dan sebaliknya kewajiban mencerminkan hak. Sebagai contoh,
si ahmad mempunyai suatu kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan yang
ditujukan kepada si akram. Hal ini berarti si ahmad telah melakukan
kewajibannya. Sebalikanya, adanya kewajiban si ahmad kepada si akram, maka si
ahmad mempunyai hak kepada si akram, yaitu berupa tuntutan untuk melaksanakan
kewajibannya.
Contoh di atas, dapat
diasumsikan bahwa suatu kepentingan merupakan sasaran dari hak, bukan hanya ia
dilindungi oleh hukum, melainkan juga ada pengakuan terhadapnya. Lain halnya,
bila burung maleo di Sulawesi tengah kehidupannya dilindungi oleh hukum,
berarti burung tersebut mempunyai hak untuk menikmati perlindungan hukum.
Sebaliknya tidak berarti burung tersebut mempunyai kewajiban kepada pemerintah
daerah Sulawesi tengah.
Dalam hukum perdata dan perundang-undangan
menbagi hak keperdataan dalam dua hal, yaitu:hak mutlak dan hak nisbi.[29]
A. Hak
yang Hak mutlak(Absolut)
Hak mutlak adalah suatu
hak yang berlaku dan harus dihormati oleh setiap orang. artinya, hak ayang
memberikan wewenang kepada seseorang adalah untuk melakukan perbuatan , hak
mana dapat dipertahankan terhadap siapapun juga, dan sebaliknya setiap orang
juga harus menghormati hak tersebut.[30]
hak mutlak disini memuat kekuasaan untuk bertindak. Hak itu juga disebut hak onpersoonlijk, sehingga dapat dilakukan
oleh setiap orang dan tidak hanya terhadap orang-orang tertentu. Dibalik
kekuasaan seseorang bertindak ini, terdapat kewajiban dari tiap-tiap oarng
untuk tidak melanggar hak ini. Yang termasuk hak mutlak antara lain,
1. Hak-hak kepribadian(persoonlijk heids rechten)
Hak-hak kepribadian (persoonlijk heids rechten) adalah
hak asasi manusia atas dirinya sendiri. Hak-hak yang dimaksud yang paling
terpenting di aantaranya adalah hak asasi manusia atas dirinya(pasal 1406 KUH
Perdata), raganya (pasal 1407 KUH Perdata), kehormatan (pasal 1408 KUH
Perdata), dan nama keluarganya. Demikian juga termasuk hak dari pengarang suatu
gubahan kesusteraan, ilmu pengetahuan
teknologi, budaya dan seni.
2.
Hak-hak keluarga (familierechten)
Hak-hak
keluarga (familierechten) adalah hak-hak yang muncul dari hubungan
keluarga,terutama kekuasaan atas adanya hubungan ikatan perkawinan, yaitu
kekuasaan suami atas istrinya (pasal 160 dan 195 KUH Perdata), kekuasaan orang
tua, perwalian dan pengampuhan.
3.
Hak mutlak atas sesuatu benda atau hak kebendan
Hak
mutlak atas sesuatu benda atau hak kebendan adalah suatu hak yang diberikan
kepada seseorang yang memeberikan kekuasaan lansung atas suatu benda yang dapat
dipertahankan terhadap setiap orang.
a.
Hak relative
Adalah
hak yang hanya dipertahankan pada terhaadap(hak suatu tuntutan/penagihan terhadap
seseorang).hak relative terbagi dalam 3 (Tiga) kategori, yaitu hak publik
relatif, hak keluarga relatif, dan hak kekayaan relatif.
(1). Hak publik relative adalah hak yang
diberikan Negara uantuk melakukan esuatu. Contohnya, hak untuk menghukum kepada
seseorang yang meninggal dunia melanggar undang-undang pidana, memungut pajak,
bead an cukai.
(2). Hak keluarga relatif
adalah hak yang diperoleh dari orang yang sudah meninggal dunia. Maksudnya,
orang yang meninggal dunia meninggalkan harta atau sejumlah hak lainnya dapat
beralih kepada ahli waris yang berhak
(3). Hak kekayaan relatif adalah hak perutangan yang muncul dari adanya
utang piutang. Hak itu dapat dilakukan tagihan kepada yang berutang atau hak
itu digunakan untuk membebaskan dari tagihan kepada orang yang berutang
(dihapuskan hutangnya).
Adapun hak apabila dikaji dari aspel ruang lingkupnya,[31]
dapat dikelompokan sebagaiberikut:
(1). Hak - hak yang sempurna dan tidak sempurna. Yang sempurna adalah dapat dilaksanakan melalui proses hukum, sedangkan yang tidak sempurna adalah hak yang diakui oleh hukum,tetapi tidak selalu dilaksanakan oleh pengadilan, seperti hak yang dibatasi oleh lembaga daluwarsa.
(1). Hak - hak yang sempurna dan tidak sempurna. Yang sempurna adalah dapat dilaksanakan melalui proses hukum, sedangkan yang tidak sempurna adalah hak yang diakui oleh hukum,tetapi tidak selalu dilaksanakan oleh pengadilan, seperti hak yang dibatasi oleh lembaga daluwarsa.
(2). Hak utama dan hak tambahan. Hak utama adalah ha yang diperluas oleh
hak-hak lain:sedangkan hak ttambahan adalah yang yang melengkapi hak-hak utama.
Contoh, perjanjian hak sewa-menyewa kendaraan yang memberikan hak tambahan
kepada hak utama dari pemilik kendaraan.
(3). Hak public dan hak perdata. Hak publik adalah hak yang pada
masyarakat pada umumnya, yaitu Negara, sedangkan hak perdata adalah hak yang
ada pada perorangan, seperti hak seseorang untuk menikmati barang yang
dimilikinya.
(4). Hak positif dan hak
negative. Hak positif menuntut perbuatan positif dari pihak tempat setiap kewajiban korelasinya berada, seperti
hak untuk menerima keuntungan pribadi, sedangkan hak negative adalah hak untuk
melakukan sesuatu tetapi mengganggu orang lain.
(5). Hak milik dan hak pribadi. Hak milik berhubungan dengan
barang-barang yang dimilik seseorang yang biasanya dapat dialihkan,sedangkan hak
pribadi berhubungan dengan kedudukan seseorang yang tidak dapat dialihkan.
Selain pengelompokan hak di atas, perlu juga pengelompokan kewajiban,
yaitu:
(1). Kewajiban yang mutlak damn nisbi. Apabila memperhatikan definisi hak dan kewajiban yang telah dikemukakan, dapat disebutkan bahwa tidak setiap kewajiban mempunyai pasangan hak. Kewajiban ini disebut kewajiban mutlak yang melekat pada manusia berdasarkan status yang dimilikinya. Misalnya, kewajiban orang muslim ketika balligh melakukan shalat lima waktu. Beda halnya dengan kewajiban nisbi, yaitu kewajiban yang melibatkan hak dilain pihak.
(1). Kewajiban yang mutlak damn nisbi. Apabila memperhatikan definisi hak dan kewajiban yang telah dikemukakan, dapat disebutkan bahwa tidak setiap kewajiban mempunyai pasangan hak. Kewajiban ini disebut kewajiban mutlak yang melekat pada manusia berdasarkan status yang dimilikinya. Misalnya, kewajiban orang muslim ketika balligh melakukan shalat lima waktu. Beda halnya dengan kewajiban nisbi, yaitu kewajiban yang melibatkan hak dilain pihak.
(2). Kewajiban public dan perdata.kewajiban public adalah kewajiban
berkorelasi dari hak-hak public. Contoh, kewajiban mematuhi hukum pidana;sedangkan
kewajiban perdata berkorelasi dari hak-hak keperdataan. Contoh, kewajiban yang
timbul dari transaksi kontra sewa-menyewa.
(3). Kewajiban positif dan negative. Kewajiban positif menghendaki
dilakukannya perbuatan positif. Contoh, kewajiban penjual menyerahkan barang
kepada pembeli. Sedangkan kewajiban negative menghendaki seseorang tidak
melakukan sesuatu atau biasa disebut larangan. Misalnya, kewajiban tidak
menyusah tetangganya.
(4). Kewajiban universal, umum dan khusus. Kewajiban universal ditujukan
kepada setiap warga Negara. Contohnya, kewajiban yang timbul dari adanya
undang-undang, sedangkan kewajiban umum ditujukan kepada orang yang tertentu,
seperti kewajiban ayah dan ibu untuk memelihara anaknya. Lain halnya dengan
kewajiban khusus, kewajiban yang timbul dari hukum perjanjian.
(5). Kewajiban primer dan kewajiban yang bersifat member sanksi.
Kewajiban primer adalah kewajiban yang tidak timbul dari perbuatan yang tidak
melanggar hukum. Contoh, untuk tidak mecemarkan nama baik seseorang, yang tidak
timbul dari pelanggaran terhadap kewajiban sebelumnya. Dan kewajiban bersifat
memberi sanksi, yaitu kewajiban yang semata-mata timbul dari perbuatan yang
melawan hukum. Seperti, kewajiban tergugat
untuk membayar gugatan penggugat yang berhasil memenangkan perkara melalui
siding pengadilan.
D. NORMA-NORMA
Hukum
secara umum dipandang sebagai norma, yakni norma yang mengandung nilai-nilai
tertentu. Nanum, hukum tidak terbatas dalam pengertian sebagai norma, itu
berarti hukum tidak tidak selueuhnya identik dengan norma.
Norma
adalah pedoman manusia dalam bertingkah laku, dengan begitu norma hukum
hanyalah sebagian sekian banyak pedoman tingkah laku.[32]
Diluar norma hukum, terdapat norma lain. purbacaraka dan soekanto menyebutkan
ada empat norma, yaotu norma kepercayaan, kesusilaan, sopan santun dan hukum.
Tiga norma yang disebutkan dimuka dalam kenyataanya belum dapat memberikan
perlindungan yang memuaskan, sehingga diperlukan norma keempat, yaitu norma
hukum. Perlindungan yang diberikan oleh norma hukum dikatakan lebih memuaskan
dibandingkan dengan norma-norma yang lain, tidak lain karena pelaksanaan norma
hukum itu dapat dipaksakan. Apabila tidak dilaksanaan, pada prinsipnya erat
hubungan antara hukum dan kekuasaan itu.[33]
Hukum
menitik beratkan kepada pengaturan askpek manusia sebagai makhuk sosial dan
aspek lahiriah manusia. Dilihat dari segi tujuannya, norma hukum diadakan dalam
rangka mempertahankan bentuk kehidupan masyarakat sebagai moodus survifal.
1. Norma
kepercayaan/agama
Apabila hukum
menitikberatkan pengaturan kepada aspek manusia sebagai makhluk sosial dan
aspek lahiriah manusia, tidak demikian dengan norma agama. Norma agama
bersangkut paut dengan aspek manusia sebagai makhluk individu dan aspek
batiniah manusia.norma ini mengatue=r antara individu manusia sebagai suatu
ciptaan dengan sang khalik sebagai pencipta. Agama ada dalam rangka memelihara
rohani manusia secara pribadi agara berkenan kepada yang maha kuasa, manusia
harus menjauhi larangan dan melakukan perintah yang ditetapkan oleh yang maha
kuasa melalui kitab sucu masing-masing
agama. Ketaatan terhadap norma agama terbentuk karena iman, oleh karena itu
tanpa adanya iman idak mungkin ada
ketaatan, bahkan norma agama itu sendiri tidak ada.[34]
2. Norma kesusilaan/moral
Sebagaimana norma
agama, moral hadir sebagai petunjuk bagi individu. Sebagai produk budaya yang
melekat pada diri manusia, moral menghendaki manusia berbudi pekerti luhur dan
berbuat kebajikan. Dalam hal demikian, secara jelas moral dapat dibedakan dari
hukum. Hukum tidak pernah menuntut orang berbuat kebajikan atau dermawan.
Sebagai contoh tentang
hukum tidak pernah menuntut orang untuk berbuat kebajikan atau dermawan,
merupakan kejanggalan dan bertentangan dengan eksistensi hukum itu sendiri
manakala ada ketentuan hukum yang mewajibkan orang-orang yang mempunyai
kualifikasi tertentu untuk mendonorkan salah satu matanya bagi pemimpin yang
buta atas dasar mengorbankan kepentingan pribadi untuk kepentingan bangsa.
Tentu saja tidak akan sebuah hukum akan menetapkan peraturan seperti itu. Moral
mungkin saja mendorong individu untuk mendonorkan matanya kepada penguasaanya
yang buta, yang dengan berbuat demikian si donatur mata tersebut telah
berkorban bagi bangsanya.
3. Norma
Etika Tingkah Laku/Sopansantun
Jika agama dan moral
lebih menitikberatkan kepada aspek manusia sebagai individu dan aspek batiniah
manusia, etika tingkah laku sebagaimana hukum menitik beratkan kepada
pengaturan aspek manusia sebagai makhluk sosial dan aspek lahiriah manusia. Namun
demikian antara hukum dan etika tingkah laku terdapat juga perbedaan.
Aturan tingkah laku
adalah aturan-aturan tidak tertulis yang dikembangkan oleh suatu komunitas
tertentu mengenai bagaimana seharusnya anggota-anggotanya komunitas untuk
bertingkah laku. Sebagaimana hukum, etika tingkah laku diadakan dalam rangka
pengaturan aspek manusia sebagai mahkluk sosial dan aspek lahiriah manusia.
Norma ini hanya mengikat pada kkomunitas itu sendiri, sehingga norma ini tidak
dilaksanakan oleh negara. Pelanggaran dari norma kesopanan ini akan mendapat
sanksi dari komunitasnya yang berupa celaan, cemoohan, pengucilan, bahkan
mungkin pemboikotan.
4. Norma
Hukum
Norma
hukum ialah peraturan yang dibuat oleh negara dan berlakunya dipertahankan
dengan paksaan oleh alat-alat negara seperti, polisi, jaksa, hakim, dan
sebagainya.[35] Tanpa
adanya norma hukum, norma yang lainnya tidak akan efektif. Sifat norma hukum
yang tidak dimiliki oleh norma hukum yang lain adalah sifatnya yang memaksa dan
memiliki sanksi yang tegas dalam bentuk hukuman. Norma hukum bersifat lahiriah
tidak bersifat batiniah, artinya kondisi batin seseorang tidak akan dikenai
tindakan hukum. Sebagai contoh seorang yang mempunyai angan-angan memiliki
jabatan dari posisi bosnya, dia menginginkan untuk membunuhnya untuk mendapatkan
posisi itu, selama tindakan lahiriah yaitu membunuh belum dilakukan, maka hukum
belum berlaku untuk mengfonis bahwa dia bersalah, sekalipun batinnya
menginginkan membunuhnya.
Selain
hukum itu memaksa dan tidak bersifat batiniah, dalam hukum ada istilah hak, hak
ini tidak dimiliki oleh norma-norma lainnya. Sedangkan norma-norma yang lainnya
mempunyai sifat sebagai tempatnya kewajiban-kewajiban.
BAB IV
PENUTUP
Alhamdulillahirobbilalamin atas segala
hidayah dan anugrahnya yang dilimpahkan kepada kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini dengan baik dan
sungguh-sungguh, dengan ini kami dapat menyimpulkan pembahasan yang kami
paparkan dalam makalah ini, bahwa setiap manusia yang mempunyai kekuasaan
pemerintahan dan rakyat yang bertanggung jawab di dalam negara pasti
membutuhkan adanya konsep-konsep hukum yang telah ditetapkan oleh yang
berkewajiban.
[1] MKN-UNSRI: Teori Hukum Murni (The Pure Theory Of Law), http://mkn-unsri.blogspot.com/2010/03/teori-hukum-murni-pure-theory-of-law.html,
diakses tanggal 21 november 2011
[2] Anasir adalah
element, unsur, faktor, dasar.
[3] Prof. Darji Darmodiharjo, S.H. dan DR. Shidarta, S.H., M.Hum.,
pokok-pokok filsafat hukum, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008, hal 115.
[4] Kognisi adalah kepercayaan
seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir tentang
seseorang atau sesuatu. Proses yang
dilakukan adalah memperoleh pengetahuan dan memanipulasi pengetahuan melalui
aktivitas mengingat, menganalisis, memahami, menilai, menalar, membayangkan dan
berbahasa. Kapasitas atau kemampuan kognisi biasa diartikan sebagai kecerdasan atau inteligensi.(wikipedia).
[5] Hans Kelsen, pengantar teori hokum, penerjemah: Siwi Purwadi, Bandung:
Nusa Media, 2009, hal 3.
[6] Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, penerjemah: Raisul Muttaqin, Bandung:
Nusa Media, 2009, hal 1.
[7] Hans Kelsen, pengantar teori hokum, penerjemah: Siwi Purwadi, Bandung:
Nusa Media, 2009, hal 37.
[8] Penafsiran: otentik, gramatikal, teologis
[9] Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, penerjemah: Raisul Muttaqin, Bandung:
Nusa Media, 2009, hal 1
[10] Andre Ata Ujan, Filsafat Hukum, Yogyakarta: Kanisius, 2009, Hal 66
[11] Prof. Darji Darmodiharjo, S.H. dan DR. Shidarta, S.H., M.Hum.,
pokok-pokok filsafat hokum, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008, hal 115.
[12] Andre Ata Ujan, Filsafat Hukum, Yogyakarta: Kanisius, 2009, hal 68.
[13] Andre Ata Ujan, Filsafat Hukum, Yogyakarta: Kanisius, 2009, hal 68.
[14] Ibid.
[15] Ibid.
[16] ibid
[17] Steve Hyasantrix, Hukum dalam perspektif Austin dan Hart,
hukum.kompasiana.com/2011/02/23/hukum-dalam-perspektif-austin-dan-hart/,
diakses pada tanggal 19 november
[18] Theo huijbers, filsafat hukum dalam lintasan sejarah, Yogyakarta:
Kanisius, 1982, hal 187
[19] Steve Hyasantrix, Hukum dalam perspektif Austin dan Hart,
hukum.kompasiana.com/2011/02/23/hukum-dalam-perspektif-austin-dan-hart/,
diakses pada tanggal 19 november
[20] Theo huijbers, filsafat hukum dalam lintasan sejarah, Yogyakarta:
Kanisius, 1982, hal 187
[21] Ibid.
[22] Prof.Dr.Peter Mahmud Marzuki, SH.,MS.,LL.M.”Pengantar Ilmu
Hukum”.Jakarta:Kencana Perdana Media Group.hlm.241-242
[23] .R. Soeroso, S.H.”pengantar ilmu hukum”.Jakarta. sinar grafika.hlm.238.
[24].Prof.Dr. Peter Mahmud Marzuki,SH.,MS.,LL.M.”pengantar ilmu
hukum”.jakarta.kencana prenada media group.hlm.243.
[25]. Pipin Syarifin,S.H.”pengantar ilmu hukum”.Bandung.CV.Pustaka
setia.hlm.63.
[26] Dr. Marwan mas, SH., MH. Pengantar ilmu hukum, yogyakarta: Ghalia
Indonesia, 2011, hal 26-27.
[27] Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A, Filsafat hukum, Jakarta: Sinar
Grafika, 2006, Hal 27
[28] Drs. C.S.T. kansil, S.H, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989, hal 120
[29] Titik triwulan tuti, S.H., M.Hum, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum
Nasional, jakarta: Kencana, 2001, hal 153.
[30] Drs. C.S.T. kansil, S.H, op cit
hal 120.
[31] Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A, op
cit Hal 28
[32] Prof. Darji Darmodiharjo, S.H. dan DR. Shidarta, S.H., M.Hum.,
pokok-pokok filsafat hokum, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008, hal 13.
[33] Ibid.
[34] Prof.Dr.Peter Mahmud Marzuki, SH.,MS.,LL.M.”Pengantar Ilmu Hukum”.Jakarta:Kencana
Perdana Media Group.hal
[35]Budi Ruhiatudin, Pengantar Ilmu Hukum, Yogyakart: Teras, 2009, hlm 11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar